Pengalaman pertama yang paling menakutkan bagi saya adalah ketika listrik padam di pertengahan malam. Padamnya listrik ini sebenarnya tidak menjadi masalah pada malam sebelum-sebelumnya. Yang menjadi masalah, sebelum lampu padam saya menonton trailer film horror yang menakutkan. Sebenarnya tidak ada niatan untuk menonton film horror ini, namun karena youtube secara otomatis memutarkan video, dan saat saya balik badan dan langsung melihat trailer horror yang menakutkan itu memenuhi layar laptop.

Padamnya listrik membuat saya “mati gaya” dalam beberapa saat. Mau memanggil teman-teman satu kosan, baru ingat ternyata ini weekend, yang berarti semua teman satu kosan tidak berada di Lippo Cikarang karena semua keluarga mereka ada di Jakarta. Mau memanggil tetangga depan atau samping, baru sadar sudah terlalu malam untuk mengetuk rumah orang hanya karena ketakutan sendirian di tengah gelapnya malam. Tanpa sadar saya menggerakkan kedua kaki saya berusaha bergerak mengambil handphone yang ada di ruang tamu. Sambil berjalan saya berusaha mengingat semua letak perabotan rumah sehingga tidak banyak benturan antara kaki saya dengan semua perabotan yang ada di ruang tamu.

Detik itu juga saya menyadari betapa pentingnya cahaya dalam kehidupan saya sehari-hari. Tanpa cahaya, walaupun saya mampu mengingat dengan tepat posisi kursi, meja dan segala perabotan, namun ketidak mampuan mata melihat benda karena ketiadaan cahaya membuat saya cenderung tetap “menghantam” semua barang-barang yang ada di ruang tamu. Semakin saya berusaha bergerak tanpa adanya cahaya, maka semakin banyak benturan yang mengenai kaki saya. Merasa putus asa karena menahan rasa sakit di tulang kering karena terkena kursi, akhirnya saya memutuskan kembali ke tempat tidur dan menutup kedua mata saya dengan rapat. Saya memilih untuk tidak melakukan apapun dibandingkan terkena benturan perabotan rumah yang ada di ruang tamu.

Dalam hidup seringkali kita mengalami hal yang seolah-olah kita tidak punya harapan lagi karena hilangnya “CAHAYA” itu sendiri. Semakin berusaha sendiri maka semakin jelas bahwa sebenarnya kita tidak mempunyai kemampuan untuk melakukan sesuatu dengan kemampuan kita sendiri. Sebenarnya kita tidak mampu melakukan apa pun ketika kita jauh dari sumber terang itu sendiri. Keputusasaan muncul ketika hilangnya harapan, hilangnya harapan muncul ketika hilangnya cahaya. Jelas sekali terlihat disini bukan kemampuan organ mata yang ditonjolkan tapi cahaya itu sendiri. Saat mati lampu, saya tetap punya mata yang normal untuk melihat semua perabotan yang ada di ruang tamu, namun ketiadaan cahaya membuat saya tidak mampu melihat semua benda yang ada di hadapan saya. Ketiadaan cahaya menimbulkan kegelapan yang tanpa akhir, yang membuat saya memutuskan untuk menutup organ penglihatan saya. Manusia tanpa terang, maka kegelapan akan meliputi hidupnya. Kristiani hidup bersama terang maka harapan dan rasa ingin tetap berjuang dalam kehidupan akan dimunculkan karena kita tau kita punya Terang yang Ajaib, dan tujuan untuk menjadi terang di dunia.

Photo source  : pixabay.com