Avengers Infinity War adalah sebuah film fiksi tentang upaya sekelompok pahlawan super bernama Avengers untuk menggagalkan rencana penjahat super bernama Thanos. Thanos memiliki misi untuk mengumpulkan enam batu yang disebut infinity stones. Jika berhasil mengumpulkan keenam batu tersebut, Thanos mampu membunuh setengah dari populasi makhluk yang ada di alam semesta fiksi itu dalam sekejap mata. Film ini cukup menarik karena selain menggambarkan Thanos yang antagonistik sebagai tokoh protagonis, film ini juga menceritakan pemikiran dan latar belakang yang memotivasi dia untuk melakukan pembantaian tersebut. Ada tiga poin yang bisa kita simpulkan dan renungkan dari tokoh Thanos ini.

“Kita sekalian sesat seperti domba”

Thanos dikisahkan berasal dari suatu planet bernama Titan yang sudah hancur akibat banyaknya populasi penduduk dan terbatasnya sumber daya alam di Titan. Kesedihannya menyaksikan kehancuran planet itu membentuk pola pikir Thanos, yaitu bahwa segala sesuatu di alam semesta ini harus seimbang sebagaimana seharusnya. Dia mengatakan, “Perfectly balanced, as all things should be.” Di satu sisi, kalimat ini terkesan benar karena segala sesuatu yang seimbang memang baik. Di sisi lain, kalimat itu juga memunculkan dua pertanyaan besar: apa definisi keseimbangan dan siapa yang mendefinisikannya?

Sepanjang sejarah, manusia dengan kreatif berupaya mendefinisikan alam semesta menurut pemikirannya sendiri. Sebagai contoh, bagi kepercayaan kuno Daoisme dari Cina, seluruh alam semesta terdiri dari dua elemen, Yin dan Yang, yang dipertahankan oleh suatu prinsip universal dan kekal, yaitu Dao. Aliran ini percaya bahwa Yin dan Yang yang seimbang dan harmonis akan mempertahankan keseimbangan alam semesta. Konsep semacam ini bahkan diadopsi oleh simbol kultur zaman ini, seperti Star Wars. Jika konsep ini benar, dunia ini tidak ada pengharapan sebab fakta menunjukkan bahwa kondisi dunia semakin lama semakin rusak, khususnya akibat perbuatan manusia. Dao yang katanya memelihara alam ini bahkan tidak mampu mempertahankannya dari perbuatan manusia, dan ini berarti manusia sudah melampaui Dao yang kekal. Ini adalah pemikiran yang irasional dan self-defeating, sebab apa yang tidak kekal tidak mungkin melampaui yang kekal. Self-defeating factor semacam ini selalu melekat pada pemikiran-pemikiran di luar Alkitab, sebab manusia telah tersesat seperti domba (Yes 53:6) dan dengan demikian, segala pemikiran yang dihasilkan di luar Alkitab akan menuntun manusia ke jalan yang sesat.

Alkitab mengajarkan bahwa keseimbangan adalah sesuatu yang sudah ditetapkan Tuhan sejak Dia menciptakan alam semesta dan segala isinya (Kej 1). Tuhan sebagai Sang Pencipta berotoritas atas manusia, dan manusia sebagai ‘penakluk’ (Kej 1:28) dan ‘pengusaha taman’ (Kej 2:15) berkuasa atas alam ciptaan yang lain. Pdt. Stephen Tong menggunakan istilah ‘the chain of authority from God to the earth’ untuk mendefinisikan relasi antara Tuhan, manusia dan alam semesta. Ordo yang ditetapkan Tuhan inilah yang disebut keseimbangan alam semesta. Di dalam Kejadian 3, ordo ini diputarbalikkan sehingga membuka jalan kepada dosa untuk masuk dan merusak dunia ciptaan ini. Adam dan Hawa yang seharusnya menguasai ular malah mendengarkan suaranya. Demikian juga mereka yang seharusnya mendengarkan Tuhan malah menentang-Nya. Kerusakan alam semesta terjadi bukan karena ketidakseimbangan Yin dan Yang maupun karena kelebihan ‘energi negatif’ atau kekurangan ‘energi positif’. Keindahan dan keseimbangan alam semesta menjadi rusak ketika manusia melawan Tuhan dan membiarkan hal lain selain Tuhan menjadi tuhan atas dirinya.

“Segala kesalehan kami seperti kain kotor”

This universe is finite; its resource is finite. If life is left unchecked, life would cease to exist.” Berbekal filosofi ini, Thanos pun berangkat untuk menghapuskan setengah dari kehidupan makhluk hidup di alam semesta. Ini sebenarnya menggambarkan respon manusia berdosa atas segala penderitaan dan masalah yang dihadapinya. Setiap kali manusia berusaha mencari solusi dengan pemikirannya sendiri, maka yang dihasilkan hanyalah kerusakan. Kondisi ini juga bisa kita temukan di Alkitab. Sebagai contoh, di dalam kitab Hakim-Hakim, berkali-kali kita membaca tentang penyembahan berhala dan berbagai kerusakan moral bangsa Israel karena setiap orang berbuat apa yang benar menurut pandangannya sendiri (Hak 17:6; 21:25).

Di dalam anugerah umum Tuhan, ketika manusia akhirnya sadar akan kerusakan yang telah dihasilkannya, manusia pun berusaha untuk memperbaiki dan meredam kerusakan tersebut dengan jalan memunculkan model agama dan filsafat yang lain. Kita mungkin masih dapat menemukan nilai-nilai kebenaran dalam agama dan filsafat tersebut. Ada yang lebih menekankan pada perbuatan terhadap sesama manusia, misalnya berbuat baik kepada sesama dan menghormati orang tua. Ada juga yang lebih menekankan pada ritual-ritual keagamaan atau kesalehan untuk menyenangkan hati Tuhan. Akan tetapi, di hadapan Allah yang suci, setiap pemikiran dan perbuatan tersebut adalah seperti kain kotor (Yes 64:6), dan oleh karena itu, perbuatan manusia tidak mungkin diperkenan oleh Dia. Selain itu, Allah yang sejati bukanlah Allah yang bisa disuap dengan perbuatan baik, kesalehan, dan ritual-ritual keagamaan (Ul 10:17).

“Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini”

Dalam salah satu adegan yang paling tragis di film Avengers ini, Thanos memperoleh salah satu infinity stone dengan membayar harga yang sangat mahal, yaitu nyawa putri angkatnya, Gamora. Thanos bahkan menangis saat melakukan pengorbanan itu, menggambarkan betapa besarnya kasih sayang Thanos kepada Gamora dan betapa besarnya pengorbanan Thanos dalam menjalankan misinya. Sekilas, kisah ini sangat mirip dengan narasi Kekristenan, di mana Allah Bapa merelakan Kristus sebagai korban untuk menyelamatkan manusia berdosa. Akan tetapi, jika diperhatikan lebih teliti, ada tiga perbedaan yang sangat besar antara pengorbanan Thanos dan pengorbanan Allah.

Pertama, pengorbanan Thanos bersumber dari pengalaman pahitnya, sedangkan pengorbanan Allah bersumber dari kasih-Nya yang kekal. Allah yang menyatakan diri-Nya melalui Alkitab adalah Allah yang kekal, yang diri-Nya sendiri adalah kasih (1 Yoh 4:8) sehingga kasih-Nya juga bersifat kekal. Kasih ini juga dinyatakan melalui inisiatif-Nya untuk mencari dan menebus manusia yang sudah melawan Dia. Karena begitu besar kasih Allah akan dunia ini sehingga Dia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal, Yesus Kristus, ke dalam dunia ini supaya setiap orang yang percaya kepada-Nya boleh diselamatkan (Yoh 3:16).

Kedua, Thanos sangat menyayangi Gamora, namun Gamora sangat membenci Thanos. Bahkan di dalam salah satu adegan, Gamora mencoba untuk membunuh Thanos. Relasi ini sangat berbeda dengan relasi antara Allah (Bapa), yaitu pribadi pertama Tritunggal, dengan Yesus Kristus, sang Allah Anak, pribadi kedua Tritunggal. Allah Bapa mengasihi Allah Anak, dan sebaliknya Allah Anak mengasihi Allah Bapa. Demikian pula dengan Allah Roh Kudus, yaitu pribadi ketiga Tritunggal, yang juga memiliki relasi kasih yang kekal dengan Allah Bapa dan Allah Anak. Relasi saling mengasihi antara ketiga pribadi Allah Tritunggal ini menjadi prinsip dasar dan teladan bagi setiap kita untuk saling mengasihi satu sama lain.

Ketiga, Thanos mengorbankan Gamora tanpa ada kerelaan dari Gamora sendiri. Ketika Thanos membunuh Gamora, dia bahkan berontak dan mencoba untuk melepaskan diri dari Thanos. Ini sangat berbeda dengan Yesus Kristus. Ketika Kristus datang ke dalam dunia, Dia dengan rela meninggalkan tahta-Nya di sorga, menjadi manusia, dan mengambil rupa seorang hamba tanpa mempertahankan apa yang seharusnya menjadi hak-Nya sebagai Anak Allah (Flp 2:6-7). Ketika Kristus bergumul di Taman Getsemani sebelum disalib, Dia kembali menunjukkan kerelaannya menaati kehendak Bapa dengan berkata, “tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi” (Mat 26:39; Mrk 14:36; Luk 22:42).

Ketika Kristus mati di atas kayu salib, Dia telah mempersembahkan diri-Nya menjadi korban yang memperdamaikan antara Allah, manusia, dan dunia ini (Kol 1:20). Keseimbangan alam dan ordo penciptaan yang rusak telah dipulihkan melalui pengorbanan-Nya. Standar kesucian Allah yang tidak mungkin dipenuhi dengan segala kesalehan manusia berdosa, telah dipenuhi oleh Kristus melalui ketaatan dan kesalehan-Nya (Ibr 5:7-9). Kebenaran dan kesalehan Kristus ini juga akan Allah anugerahkan kepada setiap orang yang percaya kepada Kristus. (Rm 3:24,26; Gal 2:16, Flp 3:9). Inilah indahnya kebenaran yang telah diwahyukan Allah melalui Alkitab. Dia bukan hanya menyatakan apa yang menjadi akar permasalahan dari dunia ini, tetapi Dia juga berinisiatif memberikan solusi yang sejati atas masalah tersebut.

Mari kita renungkan

  1. Apakah selama ini kita sedang mempertuhankan sesuatu yang bukan Tuhan?
  2. Apa motivasi kita berbuat baik selama ini? Apakah kita melakukan itu untuk ‘menyuap’ Tuhan, ataukah kita melakukan itu sebagai ungkapan syukur kepada Tuhan yang sudah menebus kita dari kebinasaan?
  3. Apakah kita menyadari betapa indahnya kebenaran yang Tuhan wahyukan dalam Alkitab? Apakah kita memiliki hati untuk membagikan keindahan berita ini kepada dunia?

Soli Deo Gloria!