Kekecewaan merupakan rasa tidak puas yang disebabkan oleh tidak terkabulnya suatu keinginan, atau harapan; yang pada akhirnya membuat kita menjadi tidak senang. Lantas, apakah saudara pernah merasa tidak senang karena tidak terkabulnya suatu keinginan akan sebuah harapan? Mungkin kebanyakan orang pernah mengalami kekecewaan dengan pengalaman yang berbeda-beda. Namun, perlu kita ketahui bahwa kekecewaan yang berlebihan dapat menghasilkan hal-hal yang tidak baik bagi diri kita sendiri, seperti kemarahan, kedengkian, dan bahkan perasaan dendam. Lalu apa pengajaran Alkitab kepada kita tentang kekecewaan? dan apa akibat yang akan ditimbulkan jika kekecewaan itu berubah menjadi dendam?

 

Kekecewaan Ahitofel

Setiap Raja pastilah memiliki seorang penasehat, demikian juga Raja Daud yang memiliki seorang penasehat hebat bernama Ahitofel. Komentar Raja Daud dan Absalom yang tercatat di dalam Alkitab mengatakan bahwa Ahitofel adalah seorang penasehat yang sangat hebat, karena setiap nasehat yang diberikannya pada saat itu sama dengan petunjuk yang diminta dari pada Allah. (2 Sam. 16:23).

 

Kejatuhan Raja Daud ke dalam dosa

Setiap manusia bisa jatuh ke dalam dosa, termasuk seorang yang sudah sukses dalam hidupnya, baik sukses di dalam pekerjaan, karier, bahkan di dalam panggilannya yang khusus. Daud yang sudah sukses menjadi Raja Israel ketika itu pun mengalami kejatuhan ke dalam dosa. Daud berzinah dengan seorang perempuan bernama Betsyeba yang sudah memiliki suami, bernama Uria. (2 Sam. 11:2-3). Dan Uria merupakan salah satu dari tiga puluh tujuh pahlawan-pahlawan  yang mengiringi Raja Daud (2 Sam. 23:39).

Ketika Raja Daud mengetahui Betsyeba hamil, dia pun menyusun niat jahat untuk menutupi kejahatannya itu dengan memanggil Uria, suami dari Batsyeba untuk pulang dan tidur bersama istrinya. Namun Uria merasa tidaklah baik ketika teman-temannya sedang berjuang namun dia malah  pulang ke rumah untuk tidur bersama dengan istrinya, dan dengan demikian maka rencana Daud pun menjadi gagal.

Daud lalu menyusun rencana lain agar Uria mati terbunuh, namun dikondisikan agar Daud tetap terlihat tidak bersalah atas kematian pahlawannya itu, bahkan Daud menjadi penolong bagi Uria dengan mengambil istri Uria sebagai bentuk perhatiannya kepada keluarga salah seorang pengikut setianya. Dari sini dapat kita lihat, bahwa orang yang tidak menyadari perbuatan dosanya akan selalu berusaha untuk menutup dosanya dengan dosa yang lain (yang mungkin lebih parah), jikalau ia tidak segera bertobat.

Ada yang mengatakan bahwa jika semakin dekat seseorang dengan orang yang lain, maka semakin mudah juga untuk merasa terluka apa bila disakiti. Demikianlah yang terjadi di dalam kisah ini, yaitu antara Daud, Betsyeba, dan Uria yang  merupakan orang-orang yang sangat dekat di dalam relasi antara mereka. Lalu, apa hubungan mereka dengan Ahitofel? Ahitofel adalah Ayah dari Eliam (2 Sam. 23:24), dan Eliam mempunyai seorang anak perempuan bernama Betsyeba (2 Sam. 11:3). Berarti Betsyeba dan Uria adalah cucu dan cucu menantu dari Ahitofel, sedangkan Ahitofel sendiri adalah penasehat dari Raja Daud.

Sekarang, bagaimanakah pemikiran saudara mengenai Raja Israel ini? Apakah saudara juga akan menjadi kecewa dengan kelakukan Raja Israel ini, yang tega merebut istri orang yang setia kepadanya? Bahkan membunuh pahlawannya yang setia? lalu, menurut saudara apakah merupakan suatu kewajaran apabila Ahitofel menjadi sangat kecewa terhadap Rajanya? Bukankah ini juga merupakan hal yang sangat wajar jika dalam relasi ini Ahitofel akhirnya memiliki dendam yang mendalam kepada Rajanya?

 

Kekecewaan Absalom

Raja Daud adalah Raja yang memiliki banyak istri, dan oleh karena itu juga memiliki banyak anak. Dan Daud memiliki seorang putra sulung bernama Amnon dari istrinya yang bernama Ahinoam (2 Sam. 3:1). Selain itu, Daud memiliki anak laki-laki yang lain bernama Absalom dari istrinya yang bernama Maakha, dan Absalom memiliki adik kandung bernama Tamar (2 Sam. 13:1).

Amnon jatuh cinta kepada Tamar. Karena cintanya yang mendalam membuat Amnon menjadi sakit. Akhirnya Amnon pun menyusun niat jahatnya kepada Tamar dan amnon berhasil mencemarkannya. Perlakuan jahat ini pun akhirnya di dengar oleh Daud dan Daud sangat marah, namun ia tidak melakukan apa yang seharusnya dia lakukan, seperti mengambil tindakan untuk menghukum Amnon. Maka timbullah kekecewaan yang mendalam di dalam hati Absalom. Namun, Absalom setidaknya menahan kekecewaannya selama dua tahun hingga akhirnya dia melaksanakan rencana untuk membunuh Amnon. Ketika semua putra Daud berkumpul, Absalom pun akhirnya menghabisi Amnon (2 Sam. 13:32-33). Kekecewaan yang di simpan secara mendalam tidak serta merta membuat dendam itu hilang, tetapi pada sutu saat nanti, dendam itu akan muncul dan bersegera untuk melaksanakan niat jahatnya. Absalom kemudian melarikan diri dan menjauh dari Daud selama tiga tahun. (2 Sam. 13:38). Setelah waktu tiga tahun berlalu dan kemarahan Daud sudah surut, maka melalui Yoab, Absalom kemudian di minta untuk pulang, namun ia harus tetap tinggal di rumahnya sendiri. Dan selama dua tahun, Daud tidak pernah sekalipun mengunjunginya ataupun memanggil Absalom untuk hadir di hadapannya.

 

Persepakatan antara dua orang yang mengalami kekecewaan

Ahitofel telah menahan kekecewaannya sampai bertahun-tahun. Demikian juga Absalom. Kemudian Absalom dan Ahitofel melakukan persepakatan gelap untuk membalas Daud (2 Sam. 15:12). Ahitofel kini menjadi penasehat Absalom. Dua orang yang mengalami kekecewaan hingga timbulnya dendam ini bersepakat untuk menghabisi orang yang sama yaitu Daud. Absalom menjalankan apa yang menjadi nasehat dari Ahitofel yang penuh dengan dendam, dan kemudian seperti yang kita ketahui bersama, bahwa nasehat dari Ahitofel merupakan sebuah kejahatan dan apa yang dinasehatkan oleh Ahitofel pun akhirnya terjadi.

Catatan lain dari Alkitab yang perlu kita ketahui adalah ketika Daud jatuh ke dalam dosa dan membunuh Uria, Allah tidak berdiam diri. Sebagaimana kita ketahui bahwa Allah mengirim Nathan untuk memperingati Daud (2 Sam 12) dan Alkitab pun mencatat penyesalan yang dialami oleh Daud di dalam Mazmur 51. Daud pun akhirnya bertobat, dan Allah mengampuni Daud, tetapi Allah tetap memberikan hukuman atas apa yang telah dilakukan oleh Daud (2 Sam 12:10-14).

Selanjutnya, setelah Ahitofel memberikan nasehatnya yang pertama, dan dilaksanakan oleh Absalom untuk menyakiti hati Daud, niat jahat Ahitofel selanjutnya adalah untuk membunuh Raja Daud. Tetapi nasehatnya kali ini ditolak oleh Absalom karena ada intervensi Allah di dalamnya. Hal ini yang akhirnya membuat Ahitofel sekali lagi mengalami kekecewaan yang lebih mendalam, setelah sebelumnya dikecewakan oleh Daud, dan kini oleh anak dari Daud. Kegagalan kedua ini membuat Ahitofel berniat untuk mengakhiri hidupnya sendiri (2 Sam. 17:23). Sesuatu yang sangat tragis. Lalu, bagaimana dengan Absalom? Absalom akhirnya gagal untuk membunuh Raja Daud dan justru harus berakhir hidupnya di tangan Yoab (2 Sam. 18).

 

Pelajaran apa yang dapat kita ambil dari kisah ini? Yaitu bahwa seseorang bisa saja mengalami kekecewaan, namun kita harus tahu bahwa kekecewaan yang terlampau mendalam dapat menimbulkan rasa dendam yang juga mendalam, dan tentunya ini akan membawa kita jatuh ke dalam dosa. Alkitab dengan jelas mengatakan bahwa “Janganlah kamu menuntut pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis: Pembalasan adalah hak-Ku. Aku akan menuntut pembalasan, Firman Tuhan (Roma 12:19). Keadilan Allah adalah yang paling adil dan apa yang dituntut oleh Allah adalah pertobatan. Demikianlah seharusnya apa yang menjadi keinginan kita akan orang yang telah mengecewakan kita.

Sebagai Ayat penutup: “Sebab dukacita menurut kehendak Allah menghasilkan pertobatan yang membawa keselamatan dan yang tidak akan disesalkan, tetapi dukacita yang dari dunia ini menghasilkan kematian.” 2 Korintus 7:10.