Larry Crabb mengatakan bahwa Allah merancang kebahagiaan yang sempurna bagi manusia di taman Eden. Namun ketika manusia masuk dalam jebakan iblis, saat itu juga desain yang sempurna itu berubah drastis. Manusia masuk dalam fallen state (kondisi berdosa), sehingga manusia terus berupaya untuk mencari kelepasan. Dan jika kita sudah dilepaskan, kita akan merasa kelegaan, kelepasan dan ada hasrat kebahagiaan yang dialami.

Apa saja yang rusak dari desain Allah di Eden?

1. Relasi yang berkualitas.

Yang terbayang oleh kita adalah relasi Adam dan Hawa, tetapi yang sesungguhnya pertama-tama dirusak adalah relasi Allah dengan manusia.

Kejadian 3:8 (TB)  Ketika mereka mendengar bunyi langkah TUHAN Allah, yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk, bersembunyilah manusia dan isterinya itu terhadap TUHAN Allah di antara pohon-pohonan dalam taman.

Allah berjalan di dalam taman di hari yang sejuk, mau menyatakan bahwa Allah sedang hendak menyapa dan berelasi dengan manusia. Tetapi Adam bersembunyi di balik pohon, seakan pohon itulah “jarak” antara Adam dan Allah. Relasi kita juga sering mengalami kesulitan bukan karena jarak dan tempat yang jauh, tetapi oleh “pohon” yang kita pakai untuk memblokir relasi kita dengan Allah dan sesama kita.

2. Pekerjaan yang memiliki arti.

Kita pun terjebak pada rutinitas, masuk dalam dunia kerja yang melelahkan dan membuat frustasi karena kita tidak tahu sampai kapan harus beristirahat dan menikmati apa yang kita kerjakan.

Kejadian 3:17-18 (TB) “… terkutuklah tanah karena engkau; dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu: semak duri dan rumput duri yang akan dihasilkannya bagimu, ..”

Kesulitan dalam bekerja menjadi berlipat-lipat, bahkan setelah mendapatkan hasil, kita tidak pernah merasa cukup dan puas.

3. Keadilan.

Inipun desain Allah yaang dirusak oleh dosa. Di mana-mana kita merasakan adanya ketidakadilan. Di rumah, di sekolah, di dunia kerja, di dalam gereja tidak terkecuali. Suami dan istri saling menyalahkan ketika mereka terjebak dalam peran masing-masing yang melelahkan. Peran istri mengurus rumah tangga dirasa sangat membuat frustasi manakala itu menjadi rutinitas. Sebaliknya, suami merasa tidak dimengerti oleh istri, setelah bekerja seharian banting tulang, memikul tanggungjawab untuk menafkahi keluarga.

Kejadian 3:12 (TB)  Manusia itu menjawab: “Perempuan yang Kautempatkan di sisiku, dialah yang memberi dari buah pohon itu kepadaku, maka kumakan.”

Adam mempersalahkan Hawa atas anjuran yang membuat ia jatuh dalam dosa. Keadaan ini membuat manusia terus menerus ingin mencari pemuasan atas kehilangan kebahagiaan seperti rancangan Allah pada mulanya di Eden. Ini mengingatkan kita pada John Calvin dengan “Sensus divinitasnya”. Keadaan hasrat hati yang mencari sesuatu yang ilahi di luar dirinya. Tetapi sayangnya manusia dalam pencariannya akan kebahagiaan justru masuk dalam jebakan yang lain.

Nabi Yeremia mencatat perkataan ilahi:

Yeremia 2:13 (TB)  Sebab dua kali umat-Ku berbuat jahat: mereka meninggalkan Aku, sumber air yang hidup, untuk menggali kolam bagi mereka sendiri, yakni kolam yang bocor, yang tidak dapat menahan air.

Pencarian akan Eden yang hilang justru menjadi kejahatan di mata Allah karena manusia mencari dengan kekuatan dirinya:

  1. Manusia meninggalkan Allah.
  2. Menggali kolam yang bocor bagi dirinya sendiri.

Akhirnya, manusia tidak pernah dipuaskan lepas dari jebakan yang satu, masuk ke jebakan yang lain. Itulah jalan pencarian kebahagiaan manusia. Di dalam Yohanes 4, Yesus bertemu dengan perempuan samaria. Perempuan ini sudah lama mencari “Eden” yang hilang dari dirinya. Ia menggali kolam yang bocor dengan menikahi 5 pria dan masih tidak pernah puas, sehingga pria yang terakhir hidup kumpul kebo dengan dia. Pertemuan di siang hari itu memberi jawaban atas pencariannya. Yesus menjawab perempuan itu,”Barangsiapa minum air ini, ia akan haus lagi, tetapi barangsiapa minum air yang akan Kuberikan kepadanya, ia tidak akan haus untuk selama-lamanya. Sebaliknya air yang akan Kuberikan kepadanya, akan menjadi mata air di dalam dirinya, yang terus-menerus memancar sampai kepada hidup yang kekal.” (Ayat 13 dan 14).  Melalui kembali berelasi dengan Allah itulah sumber kebahagiaan sejati manusia.

Mazmur 16:11 (TB)  Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan; di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah-limpah, di tangan kanan-Mu ada nikmat senantiasa.