Ditulis oleh Marshall Segal (@marshallsegal) penulis dan editor di desiringGod.org. Penulis dari “Not Yet Married: The Pursuit of Joy in Singleness and Dating” (2017). Lulusan dari Bethlehem College & Seminary. Dia dan istrinya, Faye, mempunyai seorang anak dan tinggal di Minneapolis.
Artikel ini merupakan terjemahan dari: https://www.desiringgod.org/articles/the-sweetest-words-we-never-want-to-hear
Diterjemahkan oleh Myrna Dian.

Sebagian dari anugrah terindah yang saya alami terasa menyakitkan terlebih dahulu, sebelum anugrah itu terasa indah.

Setiap orang yang mengikut Yesus akan mengalami ‘cobaan dalam perbagai hal’ (Yakobus 1:2), tetapi anugrah “menyakitkan yang kemudian terasa manis” yang ada dalam pikiran saya adalah ketika orang lain mengingatkan saya saat jatuh ke dalam dosa. Saya tidak mengingat semua percakapan atau kondisi secara spesifik, tetapi saya mengingat setiap orang yang mengasihi saya cukup dalam untuk memberikan peringatan ketika saya jatuh ke dalam dosa.

Apakah saudara mempunyai teman seperti itu? Mereka sulit ditemukan. Dan kita cenderung  mendorong mereka menjauh dari kita dalam natur keberdosaan kita, atau menjaga mereka dalam jarak yang ‘aman’, di mana mereka bisa kita temukan kapanpun kita mau. Tetapi kita dalam keputus-asaan membutuhkan kasih mereka, bagaimanapun menyakitkannya hal tersebut pada awalnya. Dan kita juga harus mengasihi orang lain dengan keberanian yang rendah hati dan kepercayaan diri yang lembut, yang kita terima dari teman seperti mereka.

Karena saya telah belajar untuk menghargai percakapan yang sulit yang membuat saya semakin dekat dengan Kristus. Saya belajar untuk membaca permulaan dari surat Rasul Paulus dengan lebih pelan.

(Bukan) Anugrah Bagimu

Rasul Paulus memulai suratnya kepada jemaat di Galatia sama seperti ketika dia memulai suratnya yang lain: “Kasih karunia menyertai kamu dan damai sejahtera dari Allah, Bapa kita, dan dari Tuhan Yesus Kristus…” (Gal 1:3). Tetapi apa yang rasul Paulus katakan berikutnya membedakannya dari surat-suratnya yang lain, “Aku heran bahwa kamu begitu lekasberbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain,” (Gal 1:6)

Dalam setiap suratnya, rasul Paulus memulai dengan memberikan ucapan syukur kepada Tuhan untuk pembaca suratnya :

  • Kepada jemaat di Roma : “Pertama-tama aku mengucap syukur kepada Allahku oleh Yesus Kristus atas kamu sekalian..” (Rom 1:8)
  • Kepada jemaat di Filipi : “Aku mengucap syukur kepada Allahku setiap kali aku mengingat kamu..” (Fil 1:3)
  • Bahkan kepada jemaat di Korintus, dengan segala masalah mereka : “Aku senantiasa mengucap syukur kepada Allahku atas karunia Allah yang dianugerahkan-Nya kepada kamu dalam Kristus Yesus” (1 Kor 1:4)

Tetapi kepada jemaat di Galatia : “ Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain,” (Gal 1:6). Bukan suatu kalimat yang menggambarkan rasa syukur yang mendalam. Tidak ada basa basi, tetapi kalimat kritik keras. Perubahan yang mendadak. “Kasih karunia kepada kamu” tiba tiba berubah menjadi “tidak ada anugrah untukmu” – hanya dalam 3 ayat.

Bermain di Kolam Kenyamanan

Apakah rasul Pauls berbicara dua hal yang berbeda? Apakah dia berbohong mengenai anugrah, dengan mengetahui bahwa dia akan segera mengkritik mereka secara keras? Apakah dia benar benar ingin jemaat di Galatia mengalami anugrah?

Jika kita tidak mengenali kasih dalam peringatan di surat rasul Paulus, kita telah nyaman bermain air dalam kolam kenyamanan, padahal kita bisa berlayar di laut anugrah yang nyata. Rasul Paulus menaikkan taruhannya, dan merubah nada suratnya untuk membuka mata jemaat di Galatia kepada anugrah yang ada di hadapan mereka. Mereka tidak tahu bahwa mereka sedang tenggelam dalam kolam kenyamanan, dan bahwa kenyamanan yang sejati ada di dalam Kristus.

Rasul Paulus menegur mereka dengan harapan menyelamatkan jemaat yang dia kasihi. Dia menyelam ke dalam krisis untuk menarik sebanyak mungkin yang dia bisa ke dalam keselamatan. Anugrah yang sejati melemparkan dirinya ke neraka bagi orang orang tersesat. Itulah bagaimana teguran penuh kasih seharusnya : sebuah rambu besar yang terus berkedip di depan bahaya yang tidak pernah berhenti.

Tidak Semua Anugrah Terasa Seperti Anugrah

Beberapa dari kebanyakan anugrah yang paling berharga terasa keras pada saat terjadi. Tetapi anugrah itu tidak akan terasa keras ketika kita membayangkan kejadian yang sama di surga. “Berbaliklah dari dosa atau kamu akan ke neraka.” akan menjadi sebuah kalimat termanis yang kita dengar. Mendengar kalimat itu diucapkan dalam kekekalan, kita akan menukar ribuan pujian dengan sebuah kritikan yang diucapkan dalam kasih.

Ketika seseorang mengkonfrontasi anda tentang sesuatu yang anda katakan atau lakukan atau tidak lakukan atau tentang area di mana anda lemah atau gagal – dan anda ingin mengabaikan mereka atau melawan mereka, atau membuat alasan – bagaimana jika, anda memikirkan sejenak dan mencari anugrah dalam teguran mereka? Bagaimana jika anda memberikan ruang untuk menanyakan apakah mereka melihat sesuatu di dalam anda yang tidak bisa anda lihat? Bagaimana jika anda mendengarkan mereka dan melihat apa yang Tuhan ingin katakan melalui mereka?

Teguran mungkin tidak terlihat seperti anugrah, terasa seperti anugrah, atau terdengar seperti anugrah, tetapi itu akan menjadi anugrah termanis yang pernah dirasakan.

Meninggalkan Anugrah

Jangan lewatkan satu lagi anugrah dalam kritikan rasul Paulus :

“Aku heran, bahwa kamu begitu lekas berbalik dari pada Dia, yang oleh kasih karunia Kristus telah memanggil kamu, dan mengikuti suatu injil lain, yang sebenarnya bukan Injil. Hanya ada orang yang mengacaukan kamu dan bermaksud memutarbalikkan Injil Kristus.” (Gal 1:6-7)

Dia menulis dengan keberanian dan ketegasan karena dia melihat jemaat meninggalkan anugrah. Dia tidak menarik atau menahan anugrah, dia memanggil jemaat yang tersesat untuk kembali kepada anugrah. Mereka telah “hidup di luar kasih karunia” (Gal 5:4), dan Rasul Paulus berusaha membawa kembali. Dia bahkan menandatangani surat tegurannya dengan “Kasih karunia Tuhan kita Yesus Kristus menyertai roh kamu, saudara saudara! Amin.” (Gal 6:18)

Jika seseorang dalam hidupmu mau menegurmu dengan kasih, mereka tidak mencuri anugrah. Mereka adalah orang yang cukup berani untuk menawarkan anugrah sejati yang kita butuhkan. Mereka melangkah dengan iman, seringkali mengorbankan waktu dan kenyamanan mereka, untuk bersama kita menanggung beban kita, dan membawa kita kembali ke dalam terang – pengakuan dosa, pertobatan, rekonsiliasi dan semakin serupa dengan Kristus.