Tidak ada hidup yang lebih indah dari hidup yang mengenapkan isi hati Tuhan. Apa itu pemborosan hidup? Kita tahu boros uang, kita tahu boros waktu, kita juga tahu boros talenta, tapi kita lupa boros hidup. Apa itu boros hidup? Yaitu hidup yang dijalankan tidak sesuai dengan kehendak Tuhan. Jika ada orang yang dipanggil menjadi hamba Tuhan, dia melarikan diri, dia sedang boros hidup.

Apa itu boros hidup? Memboroskan hidup adalah hidup yang dijalankan tidak sesuai dengan isi hati Tuhan. Tuhan maunya begini, manusia maunya begitu. Pada waktu Tuhan mengutus Yunus pergi ke Niniwe, dia malah pergi ke Tarsus. Hidup Saudara dan Saya boros jika kita tidak menjalankan panggilan Tuhan, jika kita tidak menggenapkan isi hati Tuhan. Itu kehidupan yang boros. Biarlah kita gumulkan hidup kita, “Tuhan, apa yang Engkau mau atas hidupku ini? Apa yang Tuhan mau saya lakukan?” Orang-orang yang dipimpin Tuhan dengan talenta dan bakat tertentu harus dipakai Tuhan, jangan melarikan diri. Kadang setan menanamkan benih minder dalam diri kita sehingga kita minder luar biasa, tidak mau melayani Tuhan. Tuhan tidak suka hal ini. Semua bakat talenta yang Tuhan beri, biarlah kita persembahkan kembali kepada Tuhan.

Sekali lagi, hidup yang boros adalah hidup yang dijalankan tidak sesuai dengan kehendak Allah. Yesus Kristus datang ke dalam dunia menggenapkan isi hati Allah yang sudah begitu lama ditunggu. Tuhan sudah merencanakan, sudah memilih sebelum dunia dijadikan. Tapi ribuan tahun berlalu, barulah sampai waktunya.

”Tetapi setelah genap waktunya, maka Allah mengutus Anak-Nya, yang lahir dari seorang perempuan dan takluk kepada hukum Taurat.”

– Galatia 4:4

Kata waktu di sini adalah kronos, bukan kairos. Arti kata kronos adalah chronological time, quantitative time. Waktu kronologis sudah begitu banyak berlalu, satu hari demi satu hari, begitu banyak hari berlalu sampai genap waktunya, Tuhan datang. Sejak permulaan kedatangan-Nya ke dunia, Tuhan Yesus mempunyai tujuan yang jelas yaitu mempermuliakan Bapa. Tidak ada tujuan lain.

Mari kita lihat doa Yesus dalam Yohanes 17,

”Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.”

– Yohanes 17:4

Ini adalah doa Yesus sebelum Ia menuju penyaliban. Satu hal yang dapat kita pelajari dari doa ini, bahwa Yesus mengakhiri hidup-Nya tanpa penyesalan. ”Aku telah mempermuliakan Engkau..” Yesus tidak menyesali hidup yang sudah Ia jalankan. Saudara sekalian, berapa banyak dari kita yang hari ini menyesal? Kalau Saudara boleh jujur di hadapan Tuhan, merenungkan hidup yang sudah Saudara jalani sampai hari ini, Saudara menyesal atau tidak?

Jonathan Edwards berjanji sejak muda,

“Resolved that I will live as to have no regrets or wish I had done something before I die.”

(Aku berjanji untuk hidup sedemikian rupa sehingga saat aku mati, aku tidak memiliki penyesalan apapun dan juga keinginan untuk mengerjakan sesuatu yang seharusnya sudah aku kerjakan)

Kalau Saudara boleh jujur, sampai hari ini, adakah penyesalan dalam hidup Saudara? Yesus mengakhiri hidup-Nya tanpa penyesalan, “Aku telah mempermuliakan Engkau di bumi dengan jalan menyelesaikan pekerjaan yang Engkau berikan kepada-Ku untuk melakukannya.” Bagaimana dengan kita? Sampai hari ini, menyesalkah kita?

Tuhan Yesus berkata, “Aku telah menyelesaikan..” sebanyak dua kali dalam Injil Yohanes. Yang pertama Yohanes 17:4, yang kedua Yohanes 19:30,

”Sesudah Yesus meminum anggur asam itu, berkatalah Ia: “Sudah selesai.” Lalu Ia menundukkan kepala-Nya dan menyerahkan nyawa-Nya.”

– Yohanes 19:30

Tiada penyesalan. Yesus mempermuliakan Bapa dengan cara menyelesaikan seluruh pekerjaan Bapa selama Ia di bumi. Sejak permulaan sampai akhir, sejak Ia inkarnasi lahir di Betlehem sampai mati di Golgota. Saya suka sekali memakai kalimat ini, “Dari Betlehem sampai ke Golgota jaraknya hanya berapa kilometer. Gampang dijalankan, mungkin jalan kaki pun bisa. Namun, jarak spiritual dari Betlehem sampai ke Golgota begitu dahsyat. Yesus menjalani kehidupan dari Betlehem sampai ke Golgota dengan susah payah dan perjuangan, dengan kesedihan dan air mata. Untuk apa? Untuk melaksanakan tugas yang Bapa berikan, untuk mempermuliakan Bapa.