“Yesaya datang ke Bait Suci dengan dukacita karena kematian raja Uzia, namun ia pulang dengan dukacita karena dosa. Petrus bertemu Tuhan saat ia berduka karena tidak mendapat ikan, namun kemudian ia berduka karena dosa.”

“Pada suatu kali Yesus berdiri di pantai danau Genesaret, sedang orang banyak mengerumuni Dia hendak mendengarkan firman Allah. Ia melihat dua perahu di tepi pantai. Nelayan-nelayannya telah turun dan sedang membasuh jalanya. Ia naik ke dalam salah satu perahu itu, yaitu perahu Simon, dan menyuruh dia supaya menolakkan perahunya sedikit jauh dari pantai. Lalu Ia duduk dan mengajar orang banyak dari atas perahu. Setelah selesai berbicara, Ia berkata kepada Simon: “Bertolaklah ke tempat yang dalam dan tebarkanlah jalamu untuk menangkap ikan.” Simon menjawab: “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa, tetapi karena Engkau menyuruhnya, aku akan menebarkan jala juga.” Dan setelah mereka melakukannya, mereka menangkap sejumlah besar ikan, sehingga jala mereka mulai koyak. Lalu mereka memberi isyarat kepada teman-temannya di perahu yang lain supaya mereka datang membantunya. Dan mereka itu datang, lalu mereka bersama-sama mengisi kedua perahu itu dengan ikan hingga hampir tenggelam. Ketika Simon Petrus melihat hal itu iapun tersungkur di depan Yesus dan berkata: “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Sebab ia dan semua orang yang bersama-sama dengan dia takjub oleh karena banyaknya ikan yang mereka tangkap; demikian juga Yakobus dan Yohanes, anak-anak Zebedeus, yang menjadi teman Simon. Kata Yesus kepada Simon: “Jangan takut, mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Dan sesudah mereka menghela perahu-perahunya ke darat, merekapun meninggalkan segala sesuatu, lalu mengikut Yesus.”- Lukas 5:1-11

Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci. Para Serafim berdiri di sebelah atas-Nya, masing-masing mempunyai enam sayap; dua sayap dipakai untuk menutupi muka mereka, dua sayap dipakai untuk menutupi kaki mereka dan dua sayap dipakai untuk melayang-layang. Dan mereka berseru seorang kepada seorang, katanya: “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam, seluruh bumi penuh kemuliaan-Nya!” Maka bergoyanglah alas ambang pintu disebabkan suara orang yang berseru itu dan rumah itupun penuhlah dengan asap. Lalu kataku: “Celakalah aku! aku binasa! Sebab aku ini seorang yang najis bibir, dan aku tinggal di tengah-tengah bangsa yang najis bibir, namun mataku telah melihat Sang Raja, yakni TUHAN semesta alam.” Tetapi seorang dari pada Serafim itu terbang mendapatkan aku; di tangannya ada bara, yang diambilnya dengan sepit dari atas mezbah. Ia menyentuhkannya kepada mulutku serta berkata: “Lihat, ini telah menyentuh bibirmu, maka kesalahanmu telah dihapus dan dosamu telah diampuni.” Lalu aku mendengar suara Tuhan berkata: “Siapakah yang akan Kuutus, dan siapakah yang mau pergi untuk Aku?” Maka sahutku: “Ini aku, utuslah aku!” – Yesaya 6:1-8

Otoritas Tuhan dan kekudusan Tuhan. Inilah yang membawa Petrus merendahkan diri dan bertobat. Otoritas Tuhan sebagai langkah pertama. Pergumulan yang sama juga terjadi dalam diri Yesaya. Ketika Yesaya masuk ke Bait Suci pada tahun matinya raja Uzia, ia pertama-tama bertemu dengan the Authority of Adonai. “Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci.” Yang pertama kali muncul adalah kata Tuhan dengan huruf T besar, huruf lainnya huruf kecil. Ini adalah Adonai, the Sovereign Lord, the Authority of Adonai. Tapi di ayat-ayat selanjutnya ditulis TUHAN, seluruhnya huruf besar. Yesaya bertemu bukan lagi dengan the Authority of Adonai, melainkan dengan the Holiness of the Lordthe Holiness of Yahweh. Kemudian Yesaya mendengar para Serafim berseru, “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN semesta alam…” the Holiness of the Lord.

Menarik sekali, pergumulan Petrus sangat mirip dengan pergumulan Yesaya. Setelah mendengar seruan ini, Yesaya berkata, “Sungguh aku orang binasa! Aku orang berdosa! Aku orang najis!” Saudara perhatikan, perkataan ini sama dengan yang dikatakan oleh Petrus, “Tuhan, pergilah dari padaku, karena aku ini seorang berdosa.” Setelah Yesaya berkata demikian, Tuhan memberikan panggilan kepadanya. Setelah Petrus berkata, “…aku ini seorang berdosa.” Tuhan memberikan panggilan kepada Petrus, “…mulai dari sekarang engkau akan menjala manusia.” Dari Yesaya kita dapat melihat empat tahap yang terjadi yaitu the Authority of Adonai, menuju kepada the Holiness of the Lord, kemudian muncul kesadaran diri sebagai orang berdosa dan ditutup dengan panggilan dari Tuhan. Empat tahap ini pula yang terjadi pada Petrus. The Authority of a Master atau the Authority of Epistata, menuju kepada the Holiness of Curios, kemudian muncul kesadaran diri sebagai orang berdosa dan ditutup dengan panggilan dari Tuhan. Mengherankan sekali ya? Tuhan memberikan proses pergumulan yang sangat mirip dengan apa yang dialami oleh Yesaya.

Yesaya masuk ke dalam Bait Suci dengan dukacita karena kematian raja Uzia. Uzia adalah raja yang mati dalam keadaan skandal. Ia merampas hak para imam sehingga dikutuk dengan penyakit kusta dan mati dalam pengasingan. Padahal Uzia adalah salah satu raja yang membesarkan kerajaan Yehuda, sehingga kematian Uzia ini menggemparkan. Kematian Uzia seharusnya bisa dianggap sama dengan kematian para pemimpin besar. Saat kematian pemimpin besar diumumkan, misal Mahatma Gandhi. Yang mengumumkan adalah perdana menteri Nehru. Pengumuman dilakukan melalui radio, suara begitu berat, bicara dengan perlahan dan memberikan penjelasan demi penjelasan. Begitu sulit menyampaikannya, karena orang yang meninggal adalah orang yang sangat penting. Hal ini sama ketika Gus Dur meninggal, yang mengumumkan adalah presiden SBY. Ketika pemimpin besar meninggal, suasana begitu lain. Tapi kematian Uzia ini sangat berbeda. Kematian Uzia bisa diumpamakan seperti, “Presiden Republik Indonesia sudah meninggal dunia… karena overdosis narkoba!” Kalau seperti ini, bukan hanya gempar. Meninggal karena serangan jantung sangat berbeda dengan meninggal karena overdosis narkoba.  Gempar, gosip, desas-desus akan merajalela di seluruh negara. “Cari informasi, meninggalnya sendiri atau dengan selingkuhan? Atau dengan preman? Kenapa bisa overdosis narkoba? Wah pantas saja narapidana narkoba dibebaskan dari penjara, presidennya sendiri juga pemakai! Setelah ditelusuri, ternyata bukan sekedar pemakai, tapi bandar besar!” Kacau sekali, negara menjadi kacau. Inilah yang dialami oleh Yesaya.

Sebagai orang istana, Yesaya sedang berduka karena kematian raja Uzia, dia masuk ke dalam Bait Suci untuk mencari pimpinan Tuhan. Dan saat itulah Tuhan menjawab dia ketika Yesaya masuk dan mengatakan, “Dalam tahun matinya raja Uzia aku melihat Tuhan duduk di atas takhta yang tinggi dan menjulang, dan ujung jubah-Nya memenuhi Bait Suci.” Adonai sedang duduk di takhta-Nya yang menjulang tinggi. Yesaya datang dengan dukacita karena kematian Uzia, namun ia pulang dengan dukacita karena dosa. Petrus bertemu Tuhan saat ia berduka karena tidak mendapat ikan, namun kemudian ia berduka karena dosa. Yesaya berduka karena Uzia meninggal, suasana yang menggemparkan, apalagi Yesaya adalah keluarga kerajaan Uzia, keluarga istana. Ini adalah dukacita dua kali lipat. Dia masuk ke dalam Bait Suci dengan dukacita karena Uzia, tetapi kemudian ia pulang dengan dukacita karena dosa.

Ketika Petrus bertemu dengan Tuhan, dia berduka, “Guru, telah sepanjang malam kami bekerja keras dan kami tidak menangkap apa-apa,…” Sepanjang malam, bekerja keras. Sepanjang malam tidak menangkap apa-apa, ini tidak enak sekali. Namun kemudian Tuhan membukakan hal yang lebih besar, Petrus berduka karena dosa. Yesaya bergumul dari the Authority of Adonai menuju kepada the Holiness of Yahweh. Petrus bergumul dari the Authority of Epistata menuju kepada the Holiness of CuriosCurios adalah terjemahan Yunani dari Yahweh. Begitu mirip pimpinan Tuhan kepada dua orang yang berada di Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru.

Saudara, kadang sebagai orang Kristen kita juga bergumul. Kita bergumul pertama-tama tentang otoritas Tuhan, the authority of the Lord. Kalau sudah dipukul Tuhan, baru kita angkat tangan, kita menyerah, sudah tidak sanggup lagi. Setelah alami banyak hal, baru kita tidak sanggup lagi. Itu sebabnya banyak orang tidak berani melawan Tuhan. Bukan karena mereka trust and obekepada Tuhan, bukan. Melainkan karena sudah tidak punya tenaga lagi untuk melawan Tuhan, sudah menyerah. Ini seperti yang dikatakan Paulus tentang galah rangsang, “Kami semua rebah ke tanah dan aku mendengar suatu suara yang mengatakan kepadaku dalam bahasa Ibrani: Saulus, Saulus, mengapa engkau menganiaya Aku? Sukar bagimu menendang ke galah rangsang.” (Kis. 26:14) Yesaya datang ke Bait Suci, awalnya dia datang tanpa pergumulan terhadap dosa. Tapi setelah bertemu dengan the holiness of Yahweh, Yesaya menjadi bergumul, pergumulan yang tidak mudah. Kita juga kadang seperti itu Saudara, dalam pergumulan kita bertumbuh, bertobat, merubah hidup kita. Saudara, pertama-tama sebelum masuk kepada the holiness of Yahweh, dimulai dulu dari the authority of Adonai. Orang yang terus melawan Tuhan, pertama-tama Tuhan akan perlihatkan otoritas-Nya. Hal ini terdapat dalam banyak biografi tokoh Kristen.

Orang yang tidak mau menuruti Tuhan, diberi stroke. Kenapa? Karena orang ini selalu bicara, “Saya orang benar! I am righteous! Stroke pertama masih merasa diri benar, stroke kedua belum menyerah, stroke ketiga masih belum menyerah, stroke ketujuh? Menyerah. Baru dia mengatakan, “I am a sinful man.” Pertama-tama bertemu dengan otoritas Allah dulu. Seperti Petrus berkata kepada Tuhan, kalau menggunakan gaya bahasa sehari-hari kira-kira seperti ini, “Kalau lu bukan Tuhan, bukan master, gw kaga bakal nurut. Mosok untuk nangkap ikan, nelayan harus denger tukang kayu? Yang bener aja. Kalo soal urusan buat meja, gw nurut deh. Tapi kalo soal tangkap ikan, ini urusan gw. Tapi karena lu itu master (epistata), gw nurut deh.” Perjalanan rohani kita juga demikian, pertama-tama kita bukan bertemu dengan kekudusan Tuhan, kita bertemu dengan otoritas Tuhan dulu. Masih memberontak? Tidak mau nurut? Tuhan gempur. Masih melawan? Sudah jatuh bangun, “Saya sudah tidak mau melawan Tuhan lagi.” Kalau saja masih melawan lagi, Tuhan akan smackdown sampai babak belur. Masih melawan? “Aku menyerah Tuhan.” Pabrik kebakaran, anak bermasalah, mobil hilang, wah ini Tuhan smackdown. Masih mau melawan? Emas dan cincin belum dicuri, ini simpanan terakhir. Rumah tinggal sisa satu-satunya, yang ini jangan sampai habis. “Aku menyerah Tuhan, jangan Tuhan, aku tidak berani lagi.” Pertama-tama bertemu dengan otoritas Tuhan, setelah menyerah baru berkata, “Tuhan aku orang berdosa.”

Kalau tidak dengan cara ini, tidak bisa. Pergumulan kita dalam pertobatan. Banyak orang Kristen juga seperti ini. Kalau tidak, tidak akan mau menyerah. Petrus tidak mau menyerah, dia berargumen dengan Tuhan. Kalau kita mengikuti jalan pikiran atau skenario Injil Lukas yang disusun bukan berdasar skenario kronologis (seperti Injil Markus). Seharusnya Petrus tahu karena Tuhan yang menyembuhkan ibu mertua dia. “Mau debat apa lagi? Kan baru saja ibu mertua kamu sembuh, mau dibuat sakit lagi? Mau bayar biaya pengobatan?” Seharusnya Petrus tahu. Injil Lukas membukakan satu aspek yaitumanusia berdosa memang sering seperti ini. “I am righteous, I am powerful. Saya banyak uang, saya tidak perlu gereja. Saya tidak perlu pendeta. Untuk apa ke gereja? Hari Minggu pagi, enaknya jalan pagi, setelah itu makan lontong sayur. Ngapain ke gereja? Dimarahin pendeta, nyanyi nadanya tinggi, suara kecekik, sudah gitu pulang harus bayar. Ngapain ke gereja?” Saudara lihat jalan pikiran orang dunia. Mana mau dia ke gereja?

Pertama-tama kita bertemu dengan the authority of the Lord, setelah itu baru the holiness of the Lord. Hal ini dialami oleh Petrus, juga oleh Yesaya. Proses yang sama. Setelah bertemu dengan otoritas Tuhan, dia melihat betapa Tuhan begitu besar, Ia duduk di takhta-Nya yang tinggi, sementara Uzia mati mengenaskan. Suatu kontras yang begitu tajam. Setelah itu Yesaya mendengar para Serafim berseru, “Kudus, kudus, kuduslah TUHAN!” Yesaya langsung mengaku dosa-dosanya, “Aku orang yang najis bibir…” Baru kemudian Tuhan memberikan panggilan kepadanya.