“Sebab Allah yang telah berfirman: “Dari dalam gelap akan terbit terang!”, Ia juga yang membuat terang-Nya bercahaya di dalam hati kita, supaya kita beroleh terang dari pengetahuan tentang kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus.”

– 2 Korintus 4:6

Saudara sekalian, sungguh luar biasa apa yang mereka lihat saat Tuhan tersalib, karena mereka melihat kemuliaan Allah pada titik tersulit, tidak ada mujizat. Mereka melihat kemuliaan Allah bukan saat mujizat memberi makan empat ribu dan lima ribu orang, berjalan di atas air, menenangkan angin ribut atau membangkitkan lazarus. Jika orang-orang melihat kemuliaan Allah saat Yesus membangkitkan orang mati, tiga kali Yesus membangkitkan orang mati. Pertama, baru meninggal. Kedua, baru mau dikubur. Ketiga, baru mulai membusuk.

Pertama, baru meninggal. Yaitu anak perempuan Yairus.

“Ketika Yesus masih berbicara datanglah orang dari keluarga kepala rumah ibadat itu dan berkata: “Anakmu sudah mati, apa perlunya lagi engkau menyusah-nyusahkan Guru? Tetapi Yesus tidak menghiraukan perkataan mereka dan berkata kepada kepala rumah ibadat: “Jangan takut, percaya saja!… Lalu dipegang-Nya tangan anak itu, kata-Nya: “Talita kum,” yang berarti: “Hai anak, Aku berkata kepadamu, bangunlah!” Seketika itu juga anak itu bangkit berdiri dan berjalan, sebab umurnya sudah dua belas tahun. Semua orang yang hadir sangat takjub.”

– Markus 5:35-56, 41-42

Kedua, baru mau dikubur. Yaitu anak seorang janda.

“Setelah Ia dekat pintu gerbang kota, ada orang mati diusung ke luar, anak laki-laki, anak tunggal ibunya yang sudah janda, dan banyak orang dari kota itu menyertai janda itu. Dan ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya: “Jangan menangis!” Sambil menghampiri usungan itu Ia menyentuhnya, dan sedang para pengusung berhenti, Ia berkata: “Hai anak muda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!” Maka bangunlah orang itu dan duduk dan mulai berkata-kata, dan Yesus menyerahkannya kepada ibunya.”

– Lukas 7:12-15

Ketiga, baru mulai membusuk. Yaitu Lazarus.

“Kata Yesus: “Angkat batu itu!” Marta, saudara orang yang meninggal itu, berkata kepada-Nya: “Tuhan, ia sudah berbau, sebab sudah empat hari ia mati.” Jawab Yesus: “Bukankah sudah Kukatakan kepadamu: Jikalau engkau percaya engkau akan melihat kemuliaan Allah?… Dan sesudah berkata demikian, berserulah Ia dengan suara keras: “Lazarus, marilah ke luar!” Orang yang telah mati itu datang ke luar, kaki dan tangannya masih terikat dengan kain kapan dan mukanya tertutup dengan kain peluh. Kata Yesus kepada mereka: “Bukalah kain-kain itu dan biarkan ia pergi.”

– Yohanes 11:39-40, 43-44

Jika mereka melihat peristiwa-peristiwa ini dan melihat kemuliaan Allah, ini jelas. Tetapi mereka yang melihat kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus saat Ia tersalib, justru sedang melihatnya dalam titik tersulit dalam kehidupan Tuhan. Mereka melampaui apa yang dicapai oleh manusia.

Saya kaget sekali melihat video Yo-Yo Ma bermain cello saat ia berumur tujuh tahun, duet dengan kakak perempuannya bermain piano. Di mana? Di White House, disaksikan langsung oleh presiden John Kennedy dan istrinya. Yo-Yo Ma begitu berbakat, dianggap sebagai salah satu the great cellist sepanjang sejarah umat manusia. Siapa yang menemukan dia? Gurunya yang bernama Pablo Casals. Umur tujuh tahun, begitu berbakat, konser di White House yang dipimpin oleh Bernstein sendiri. Dan setelah itu, Bernstein memperkenalkan Yo-Yo Ma bahwa anak ini luar biasa. Saudara, manusia dengan matanya mungkin menemukan bakat tersembunyi seperti ini. Mata para pemandu bakat begitu jeli melihat bakat terpendam dalam diri seorang anak kecil, mereka mampu melihat anak kecil bermain cello sedikit saja dan langsung menemukan bakatnya.

Tapi Saudara, yang dilakukan oleh orang-orang yang berhadapan dengan salib Kristus ini, mereka bukan melihat Tuhan pada titik yang luar biasa, bukan. Melainkan mereka melihat Tuhan pada saat titik tersulit, saat Ia tidak berdaya atau powerless. Tuhan yang tersalib mewakili orang-orang powerless, mereka yang menderita stroke, yang sakit, yang lumpuh, yang tidak dapat melakukan apa-apa. Tuhan Yesus berada di atas kayu salib menanggung penderitaan, tapi justru di sinilah penjahat yang bertobat mengatakan,

Lalu ia berkata:

“Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.”

– Lukas 23:42

Saudara perhatikan, Alkitab memberikan gambaran yang begitu indah. Ketika orang-orang Majus menempuh perjalanan yang begitu jauh, mereka datang mencari Raja yang baru dilahirkan.

“Dan bertanya-tanya: “Di manakah Dia, raja orang Yahudi yang baru dilahirkan itu? Kami telah melihat bintang-Nya di Timur dan kami datang untuk menyembah Dia.”

– Matius 2:2

Penjahat yang tersalib ini melihat jauh ke depan, yaitu Yesus akan datang kembali sebagai Raja. Yesus lahir disambut dengan penyembahan sebagai Raja, Yesus mati juga diterima sebagai Raja. Penjahat ini mengatakan bahwa Yesus akan kembali sebagai Raja, berarti dia sudah melihat kekekalan, dia tidak lagi berbicara soal penyaliban atau kematian, dia sudah melihat melampaui apa yang dilihat oleh manusia.

Tapi sangat kasihan, para imam kepala dan ahli Taurat, yang siang malam bicara firman Tuhan malah tidak melihat kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus. Ini yang paling saya kuatirkan, jangan-jangan kita yang giat melayani, siang malam ikut STRIJ, tetapi kita tidak melihat kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus, karena kita begitu sibuk dengan segala macam kegiatan.

Ini sebabnya kita membahas tentang Hana dalam Seri Eksposisi Injil Lukas. Sebelum Hana memberitakan mengenai Yesus kepada banyak orang, ia melihat kemuliaan Allah pada wajah Kristus kemudian ia memuliakan Allah.

“Dan pada ketika itu juga datanglah ia ke situ dan mengucap syukur kepada Allah dan berbicara tentang Anak itu kepada semua orang yang menantikan kelepasan untuk Yerusalem.”

– Lukas 2:38

Jika kita melayani tetapi tidak bertumbuh dalam firman dan memandang kemuliaan Tuhan, maka pelayanan akan mencekik kita. Makin melayani makin tercekik. Makin janji iman makin tercekik. Hanya ketika kita melihat kemuliaan Tuhan, kita akan melayani Tuhan dengan exciting dan pengorbanan diri.

Ketika Saudara melayani, jangan pernah lupa untuk belajar firman. Mungkin jemaat yang tidak terlalu banyak kegiatan, ia melihat kemuliaan Allah seperti penjahat yang bertobat melihat kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus. Tapi jangan-jangan kita yang begitu aktif melayani, seperti para imam kepala dan ahli Taurat begitu sibuk dengan religious activities sampai-sampai kita tidak melihat kemuliaan Allah. Dari rapat ke rapat, urusan ke urusan, sampai kita kehilangan waktu untuk duduk mendengar firman. Sebelum Hana memberitakan Yesus kepada banyak orang, ia memuliakan Allah, ia melihat kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus. Sekali lagi saya ulangi kalimat ini, “Jika Saudara tidak bertumbuh dalam firman, maka pelayanan akan mencekik Saudara.”

Inilah sebabnya banyak orang melarikan diri dan takut melayani. Kenapa? Karena mereka sudah jenuh, sudah mengalami spiritual burn out, tidak lagi bertumbuh, tidak lagi mempunyai excitement, tidak senang melayani. Kalau diminta pelayanan, “Kok pelayanan terus sih?” Diminta menjadi liturgis, “Kok liturgis melulu sih?” Diminta menjadi panitia, “Kok panitia melulu sih?” Tetapi jika Saudara bertumbuh dalam firman, Saudara sendiri yang akan bertanya dan menantang pendeta, “Pak Pendeta, kapan Bapak bawa saya pergi pelayanan?” Tetapi jika Saudara tidak bertumbuh dalam firman, Saudara akan kering. Aktivitas demi aktivitas akan mencekik kita, semakin giat semakin tercekik.

Saudara sekalian, penjahat yang bertobat melihat kemuliaan Allah yang nampak pada wajah Kristus sehingga ia berkata,

“Lalu ia berkata: “Yesus, ingatlah akan aku, apabila Engkau datang sebagai Raja.”

– Lukas 23:42