“Lalu berkatalah Iblis kepada-Nya: “Jika Engkau Anak Allah, suruhlah batu ini menjadi roti.”
– Lukas 4:3

Apa isu dalam pencobaan pertama ini? Isu kebebasan. Setan sejak awal sudah memakai isu kebebasan dan Setan paling suka memakai isu kebebasan untuk remaja dan pemuda.  Sekali lagi, Setan sejak awal sudah memakai isu kebebasan. Maka dia berkata kepada Hawa, Ular itu berkata kepada perempuan itu:

“Tentulah Allah berfirman: Semua pohon dalam taman ini jangan kamu makan buahnya, bukan?” – Kejadian 3:1b

Ini kan bicara tentang kebebasan, “Semua buah tidak boleh dimakan? Wah bagaimana dong? Kita sudah dicipta, lalu tinggal dalam taman, tapi apapun tidak boleh dimakan.” Ini provokasi. Kalau untuk remaja, bahasanya lain lagi. “Selalu tidak boleh. Selalu jangan. Papa mama punyanya tiga kata doang, tidak boleh sama jangan. Loh terus apa yang boleh dong? Masa gini ga boleh, gitu ga boleh? Yang boleh cuma dua, baca Alkitab sama ikut persekutuan remaja. Wah kalau gini, hidup sepi amat ya? Ini ga boleh, itu ga boleh.” Hati-hati Saudara, Setan memakai isu kebebasan untuk remaja dan pemuda. “Tidak bebas ya. Mau coba yang ini?” Kalau bebas malah jadi hancur. Bahaya.

Setan memakai isu kebebasan dalam pencobaan pertama. “Kenapa harus menunggu Allah Bapa menyelesaikan persoalan ini? Kamu kan bisa selesaikan sendiri. Kamu kan Anak Allah, selesaikan sendiri! Kamu kan bisa.” Ini isu kebebasan. “Kamu kan bisa, bebas bertindaklah, tidak usah tunggu-tunggu. Susah, banyak aturan, harus beginilah, begitulah, ga enak.” Jadi maunya bagaimana? Maunya tidak usah begini atau begitu? Sesukanya sendiri? Silahkan. Tapi Saudara perhatikan baik-baik, inilah cara Setan untuk membawa kita keluar dari kebebasan sejati dalam Tuhan, masuk ke dalam belenggu dia. Pikiran ini harus direnungkan baik-baik. Setan menggunakan isu kebebasan untuk menghasut manusia supaya keluar dari kebebasan sejati dalam Tuhan, masuk ke dalam kebebasan palsu di dalam dia yang sebenarnya adalah belenggu.

“Kamu kan sudah gede, masa kayak anak kecil terus? Jangan dong.” Nah, suara dalam hati kan kira-kira begitu. “Kamu kan sudah gede, masa digituin melulu?” Hati-hati! Ini provokasi Setan, supaya Saudara keluar dari kebebasan sejati dalam Tuhan, masuk ke dalam belenggu dia. Orang kalau sudah masuk ke dalam jerat Setan, tidak bisa keluar Saudara, kecuali dengan anugerah Tuhan. Setan cengkeram, tidak bisa keluar. Dia pakai isu kebebasan, “Kamu tidak bebas kan? Orang Kristen itu banyak aturan, gereja banyak aturan. Ini ga boleh, itu ga boleh. Ikut Tuhan banyak aturan. Lebih enak kalau ga ke gereja kan?”

Ada orang di Bandung cerita kepada saya, “Pak teman saya bilang, dia selama delapan tahun membuktikan bahwa pikirannya bisa keluar dari pikiran adanya Tuhan. Dia boleh hidup bebas.” Orang ini keluar dari pikiran adanya Tuhan, bukan hidup bebas, tapi dia masuk ke dalam cengkeraman Setan tanpa memakai pikiran. Setan itu sudah berpengalaman, maka kalau kita tidak waspada, kita akan terjerat.

Dia pakai isu kebebasan, “Kamu kan mampu, Kamu kan Anak Allah, selesaikan persoalan ini sendiri dong, tidak usah tunggu Allah Bapa menyelesaikannya.” Dia pakai isu kebebasan untuk membawa kita kelaur dari kebebasan sejati, masuk ke dalam kebebasan palsu yang adalah jerat. “Tidak apalah, lebih enak bebas, apapun boleh.” Saudara mau apapun boleh? Saudara naik ke lantai lima, boleh loncat. “Apapun boleh.” Saudara sekalian, Setan memakai isu kebebasan, “Papa mama itu galak ya, tidak bebas. Banyak aturan, ini tidak boleh, itu tidak boleh. Enak di luar rumah, bebas.” Bebas? Oh itu jerat.Aturan adalah pagar. Jerat ya jerat, lebih bagus aturan, lebih bagus pagar. Pagar itu membebaskan.

Banyak orang keliru memahami hukum, terutama pemuda. Saudara sekalian, pagar itu membebaskan. Orang Yunani Kuno mendirikan Polis (kota), di kota itu baru ada kebebasan dan kemerdekaan jika sudah ada pagar. Orang barbar, binatang buas tidak bisa masuk kota, maka mereka yang di dalam kota bebas berkegiatan, bebas ke pasar untuk berdagang, bebas berbicara. Ini sama dengan orang yang tinggal di apartemen lantai dua puluh. Kebebasan dimulai setelah ada teralis. Teralis bukan membatasi, tapi membebaskan. “Tidak enak ada teralis, aku mau turun tidak usah tunggu lift. Tunggu lift lama. Mending langsung loncat, bisa langsung ke kolam renang.” Tidak Saudara. Justru teralis membebaskan, setelah teralis dipasang, anak kecil mau main apapun, orang tua tidak perlu awasi. Kenapa? Karena sudah membebaskan.

Pagar itu membebaskan. Saudara lihat ya, melalui orangtua atau guru sekolah minggu, itu pagar supaya kita jangan jatuh. Kalau Setan, dia tidak pakai pagar, tapi dia beri ranjau dan jerat di setiap tempat. “Aku ingin bebas, hidup di hutan rimba bebas. Tidak ada orang lain yang mengatur.” Ingin hidup seperti film Cast Away. Enak ya? Mau makan apa saja boleh, iguana boleh, ular boleh. Tapi ketemu binatang yang kecil sekali, hanya dengan duri yang lebih kecil dari rambut, disuntik, akhirnya kejang-kejang sampai mati. Ini padahal binatang kecil, diketok dengan palu langsung rata, tapi kok bisa membunuh orang? Bagaimana Saudara? Ingin hidup bebas di hutan rimba? Setan memakai isu kebebasan, kemudian dia menarik kita dari kebebasan sejati dalam Tuhan untuk masuk ke dalam jerat dia.

“Ikut Tuhan tidak enak, banyak aturan. Gereja banyak aturan, sekolah minggu banyak aturan, papa mama banyak aturan. Apalagi sejak ke gereja, papa mama aturannya tambah banyak. Hidup penuh aturan, di sekolah juga banyak aturan. Wah hidup di mana-mana penuh aturan. Aku mau bebas!!” Saudara ingin bebas?  Seperti dalam film Life of Pi. Hidup dalam pulau terasing sambil membawaharimau. Harimaunya makan binatang lain. Bebas? Bisa berenang, enak. Tapi kalau hari sudah malam, semua binatang naik pohon, karena danaunya berubah menjadi kandungan asam yang mematikan. Ikan langsung menjadi tulang. Hidup bebas? Tidak bebas lagi, hanya bisa tinggal di atas pohon. Itu bukan bebas. Saudara, justru kebebasan sejati harus ada aturan, sehingga kita tidak terjerat.